Pertanyaan yang sering diajukan manakala kita melakukan wawancara di sebuah perusahaan atau calon tempat bekerja adalah tentang motivasi bekerja. Dulu ketika saya kali pertama melakukan wawancara jawaban yang terlontar adalah hanya untuk mencari pengalaman saja. Sekilas jawaban ini tepat agar perusahaan tidak mencitrakan diri kita sebagai pekerja yang suka menuntut gaji, tetapi setelah sekian lama saya berpikir jawaban tersebut sangatlah tidak logis. Bagaimana tidak, orang bekerja tentu saja motivasinya adalah mencari uang bukan? Motivasi inilah yang akan memberikan efek kenyamanan bekerja. tentang motivasi ini, saya membagi tiga hal ketika seseorang menjalani sebuah pekerjaan :
- Motivasi Ekonomi
- Motivasi Psikologis
- Motivasi Sosial
#1 Motivasi Ekonomi, adalah motivasi yang dimiliki sebagian besar orang bekerja. Motivasi ini mengindikasikan tujuan bekerja. wajar, karena sebagai manusia yang hidup di dunia tentu sangat banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Orang-orang yang bekerja atas dasar motivasi ekonomi yang dominan cenderung merasakan kenyamanan bekerja jika gaji yang mereka terima cukup besar untuk membiayai hidup sehari-hari.
#2 Motivasi Psikologis, efek dari motivasi psikologis adalah kenyamanan yang ia terima manakala pekerjaan itu benar-benar ia nikmati atas dasar senang atau hobi. Besar atau kecilnya pendapatan yang ia terima bukanlah masalah utama. Orang-orang yang memiliki motivasi ini cenderung dapat mengendalikan dirinya kapan dan bagaimana membawa diri dari lingkungan tempat ia bekerja. Beruntunglah perusahaan yang memiliki karyawan yang memiliki motivasi ini karena tak harus mengeluarkan gaji yang cukup besar bukan?
#3 Motivasi Sosial, pekerjaan yang dilakukan dengan motivasi sosial cenderung terletak pada sebuah pandangan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat biasanya memandang pekerjaan ini adalah pekerjaan mulia yang mengangkat derajat dan kedudukannya di masyarakat. Penghargaan tertinggi terhadap orang-orang yang memiliki motivasi ini yakni pujian yang terlontar dari masyarakat terhadap kehebatan karya yang ia lakukan dalam bekerja. Jika gaji yang diterimakan dirasakan sangat kurang tetapi masih bisa diimbangi dengan pandangan masyarakat di sekitarnya.
Seorang guru pun pasti memiliki motivasi salah satunya atau bahkan seluruhnya. Ada guru yang cukup dengan gaji yang kecil, dengan status Guru Honorer atau guru Swasta saja tetapi cukup terpandang di masyarakat sebagai tokoh panutan. Ada pula guru yang terus berjuang atas tuntutan gaji yang layak sebagai penghargaan atas dedikasinya selama ini. Kesan guru tanpa tanda jasa sering kali dibentrokkan dengan hal ini. Guru adalah manusia biasa, ia memang memiliki dedikasi luhur dalam rangka ikut mencerdaskan anak bangsa tetapi di sisi lain ia juga bagian dari sebuah keluarga yang diberikan amanah untuk dinafkahi.
Dalam buku ini Zainal Umuri mengisahkan seorang guru yang rela harus bekerja sebagai pemulung diluar jam bekerja di sekolah untuk menghidupi keluarganya. Cercaan dan hinaan jelas muncul karena sebagai seorang guru tak pantas jika bekerja sampingan sebagai pemulung dan ada juga pemakluman karena begitulah hidup di zaman ini terelbih di kota besar. Lain cerita dengan Uniah, seorang guru TK yang harus rela bekerja sampingan sebagai pencuci piring di warung karena tak cukup hanya dengan gaji Rp 180000 tiap bulan. Pernah terpikirkan untuk keluar dan mencari pekerjaan lain yang layak tetapi banyak orangtua murid yang menahan agar terus tetap bertahan. Atas dasar untuk pendidikan akhirnya ia pun rela bertahan sebagai guru TK sekaligus pencuci piring (Halaman 29 ).
Kisah mereka berdua hanyalah contoh kecil betapa kehidupan sebagain dari guru di Indonesia jauh dari kesejahteraan keluarga. Undang-undang guru dan dosen yang dikabarkan membawa angin segar bagi kesejahteraan guru hanyalah berlaku bagi mereka yang telah memperoleh sertifikasi saja. Hak sertifikasi ini pun tak mudah didapatkan oleh karena itu kapan tiba saathya bagi seorang guru mendapatkan gilirannya pun tak tahu kapan terjadi ( halaman 25 ). Di sisi lain banyak pula guru honorer dan guru swasta yang mengharap dapat naik menjadi Pegawai Negeri Sipil yang tak jelas kepastiannya. Lebih parahnya lagi masih ada pula yang menuntut gaji ke-13 yang tak kunjung dibayarkan. Sungguh ironis bukan dengan keadaannya di lapangan?
Meratap atau pun demonstrasi saja bukan langkah solutif. Kesadaran berpikir bahwa yang bisa memberikan kesejahteraan adalag Tuhan atas ikhtiar kita perlu dibangun untuk bangkit dari keterpurukan, maka sejahteralah guruku. Buku ini akan menjawab cara memenuhi kebutuhan hidup dalam rangka membangun kesejahteraan guru, maka inilah rahasia menjadi guru kaya.
Menjadi guru kaya hanya membutuhkan tiga resep singkat yang dipaparkan secara gamblang oleh Zainal Umuri dari halaman 37 sampai dengan 117. Tiga hal tersebut yakni:
- Kecerdasan mendapatkan uang
- Kecerdasan mengelola uang
- Kecerdasan memanfaatkan uang
Pikirkan kompetensi apa yang Anda kuasai, bisa jadi ini berupa jasa ataupun perdagangan. Kompetensi tersebut adalah hal yang Anda cintai maka dengan cinta kita akan mengenal secara detil apa yang dilakukan.
Menghasilkan, tentu saja menguasai dan mencintai tak akan maksimal jika tak menghasilkan, karena kembali kepada langkah awal kita membangun kesejahteraan berarti berbicara tentang sesuatu yang menghasilkan bukan?
Meningkatkan pencitraan diri, artinya pekerjaan sampingan yang dilakukan tidak menjatuhkan citra positif sebagai guru. tentu pekerjaan yang dipilih bukan berarti melulu berhubungan dengan kegiatan guru yakni belajar mengajar. Ada tiga hal sebagai upaya pemilahan pekerjaan yang sesuai dengan pencitraan diri; (1) berhubungan erat dengan citra guru, (2) Agak berhubungan, (3) Kurang berhubungan ( halaman 63 )
Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan maka pengelolaan pendapata adalah hal penting berikutnya agar tak menjadi“kantong bolong” setelah peluh banyak berceceran di pekerjaan sampingan.
Tiga kunci tersebut jika benar-benar diterapkan maka menjadi guru kaya bukanlah hal yang mustahil. Menjadi Guru Kaya itu pasti, berusaha menjadi guru kaya itu wajib karena ada banyak yang bisa dilakukan dengan menjadi guru kaya. Menjadi trainer, penulis buku, juragan pemulung, Manajer warung kelontong adalah satu bagian kecil saja yang bisa kita lakukan.
Sekali lagi menjadi guru kaya adalah hak kita semua, maka lakukanlah dengan terus meningkatkan kompetensi baik kompetensi akademik, sosiologi, pedagogik,profesional tanpa harus menunggu sertifikasi dan terus percaya diri menjadi seorang guru dengan apapun status yang disandang saat ini.
Data Buku:
Judul : Bukan Guru Umar Bakrie…menjadi guru cerdas financial
Penulis : Zainal Umuri
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun : 2010
Tebal halaman : 164
Ukuran buku : 14 x 20 cm²
ANDA PUNYA BUKU UNTUK DIRESENSI? SMS 087731449424