Sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945 maka sejak saat itulah berdiri sebuah negara baru yang merdeka dan berdaulat. Sebuah negara yang belum memiliki bentuk jelas sehingga menjadi sorotan dua pihak negara yang berhaluan berbeda. Pihak timur dengan paham komunis-sosialis serta pihak barat dengan kapitalis-liberalis berusaha masuk ke Indonesia melalui para tokoh pejuang dalam organisasi-organisasi politik.
GESTAPU ( Gerakan 30 September ) menjadi awal perubahan bentuk negara hingga bertahan 32 tahun. Tentang GESTAPU ini ada yang menyebutnya dengan G 30 S atau juga dengan GESTOK ( Gerakan Satu Oktober ). Cerita tentang peristiwa tersebut pun masih simpang siur tergantung dari pihak mana yang bercerita. Ada yang menceritakan bahwa dalang semua ini adalah CIA karena ia mungkin anti Amerika dengan paham kapitalisnya, ada pula yang menceritakan bahwa orang yang paling bertanggungjawab terhadap semua itu adalah Soeharto, mungkin saja karena Soeharto ia anggap sebagai musuh politiknya. Ada pula yang menyatakan bahwa GESTAPU adalah seluruhnya "masalah intern Angkatan Darat" yang sedang gelisah, sedang PKI hanya memainkan peran tambahan saja, mengambil keuntungan dari perkembangan tersebut ( Victor M Fic : Hal 2 ).
Hari ini adalah tanggal 30 September, tanggal yang sama pada saat GESTAPU terjadi. Saya sengaja mengunjungi perpustakaan sekolah mencari buku-buku yang mengupas tentang PKI ini. Ada dua buku yang menarik tangan saya mengambilnya dari rak buku. Buku berjudul Sukarno, Tentara, PKI - Segitiga kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961 - 1965 karangan H Rosihan Anwar dan buku berjudul Kudeta 1 Oktober 1965 - Sebuah studi tentang konspirasi karangan Victor M Fic. Keduanya diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia.
Kedua buku ini menampilkan sisi yang berbeda namun ada kesamaan diantara keduanya. Persamaan kedua buku tersebut adalah menceritakan tentang keterlibatan dan suasana politik antara Sukarno, TNI dan PKI. Sukarno sebagai pemimpin besar revolusi dan Panglima Tertinggi ABRI, TNI yang terpecah menjadi dua kubu pro-kontra dengan visi Sukarno, dan PKI sebagai partai besar yang berkuasa dan mendapatkan tempat khusus dalam pemerintahan dan kedekatan dengan Sukarno.
Rosihan Anwar dapat dikatakan sebagai pengamat politik pada saat itu. Pengamatan selama tahun 1961 hingga 1965 ia catat sehingga menjadi sebuah analisa yang mengerucutkan ramalan tentang prahara besar yang secara fundamental mengubah perpolitikan Indonesia. Rosihan Anwar tidak hanya mencatat dari apa yang ia amati melalui media cetak atau radio tetapi juga melaui jaringan perkawanan yang meliputi orang-orang yang terlibat langsung dengan konfrontasi tersebut. Rosihan adalah seorang Sjahririan ( pengikut Sutan Sjahrir ) yang mendirikan Partai Sosialis Indonesia ( PSI ) dan dibubarkan oleh Sukarno di tahun 1960. Biarpun partai tersebut bubar, Rosihan Anwar tetap memelihara kontak dengan tentara yakni Brigadir Jenderal TNI M.T Harjono sementara rekannya Soejatmoko terus berhubungan dengan Dr. Subandrio, Menteri Luar Negeri dan orang kepercayaan Sukarno.
Melalui kontak itulah Rosihan Anwar dapat mengetahui informasi misalnya pengakuan Sukarno dan keluhannya tentang kinerja kabinet yang dipimpin sehingga terbersit keinginan mengangkat Brihjen Ahmad Jusuf menjadi pimpinan kabinet tetapi ternyata ditolak oleh Jenderal A Yani.
Memoir-memoirnya ini pada akhirnya dibenarkan juga oleh orang-orang yang terlibat dalam peristiwa selama kurun waktu tersebut, misalnya Nasution yang membenarkan soal perbedaan sikap terhadap Sukarno dalam pimpinan PKI hingga keterangan yang dibenarkan oleh orang-orang PKI yang telah dilepaskan dari kamp Pulau Buru, pada pledoi Sudisman di depan Mahkamah Militer Luar Biasa maupun dalam buku Rex Mortimer tentang PKI di masa Demokrasi Terpimpin ( Salim Said, Hal xiv )
Buku kedua yang ditulis oleh Victor M Fic mengulas berdasarkan pada temuan dokumen-dokumen yang membuka dan menggambarkan konspirasi yang tengah terjadi antara Sukarno, D.N Aidit dan beberapa tokoh TNI. Beberapa dokumen tersebut diantaranya adalah :
- Surat Aidit kepada Presiden Sukarno tanggal 6 Oktober 1965
- Instruksi tetap Central Comite Partai Komunis Indonesia kepada seluruh CDB PKI se-Indonesia
- Otokritik Supardjo yang mengungkapkan pendapatnya tentang gagalnya G-30-S dari sudut pandang militer
- The Gilchrist Document
- Pengumuman 30 September lewat RRI Djakarta
- Dekrit No.1 tentang pembentukan dewan revolusi Indonesia ( 1 Oktober 1965 )
- CIA Asset In Indonesia
- dan banyak dokumen lainnya.
Berdasarkan dokumen tersebut, Victor menyampaikan tentang keterlibatan Sukarno dengan peristiwa Dewan Jenderal hingga perubahan sikap Sukarno terhadap PKI sehingga rencana pengambil alihan kekuasaan oleh D.N Aidit gagal serta campur tangan Mao Zhe Dong dalam serangkaian ide-ide perebutan kekuasaan tersebut.
A.H Nasution sebagai salah satu tokoh yang menjadi target pembunuhan malam itu ternyata lolos. Kelolosan Nasution ini menjadi kecelakaan awal bagi Aidit dalam menjalankan rencananya serta sederetan kecelakaan lainnya yang tidak sesuai dengan skenario yang disusun. Keterlibatan Soeharto pun diungkap di sini sedikit. Kala itu Latief yang memiliki personil 7000 dalam rencana aksi G-3--S sedangkan pasukan reguler di Jakarta berjumlah 60.000 tentu bukan lawan yang seimbang manakala aksi ini terjadi. Latif lantas menemui Soeharto yang sedang menunggui Tomy di rumah sakit saat itu. Latif menemui Soeharto dan menyampaikan maksud untuk mengajak Soeharto sebagai PANGKOSTRAD dalam aksi G-30-S. Latif menjelaskan bahwa perwira progresif akan melancarkan pembasmian terhadap anggota Dewan Jenderal dalam beberapa jam sebagai perintah dari panglima tertinggi. Soeharto menjawab bahwa masalah Dewan Jenderal itu masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Soeharto jelas menahan diri dan Latif memahaminya bahwa Soeharto tidak ikut ambil bagian tetapi juga tidak menentangnya karena hal itu merupakan perintah presiden, panglima tertinggi ( Hal. 15 )
Kedua buku tersebut sangat cocok jika dikomprehensifkan dengan kisah Soeharto dan Sukarno pada saat peristiwa tersebut terjadi. Sekali lagi, kedua buku tersebut adalah intrepretasi dari sudut pandang seorang Rosihan Anwar dan Victor M Fic. Entah kapan pada suatu saat nanti beberapa bukti kebenaran peristiwa tersebut akan terungkap meskipun alasan Presiden Sukarno berbalik arah melawan Aidit dan alasan mendasar dan pembicaraan yang lengkap antara Suharto dengan Latif dibawa oleh beliau di liang lahat. Yang jelas, peristiwa 1 Oktober benar-benar membawa arah perubahan politik Indonesia hingga 32 tahun lamanya dan hingga kini sejak pasca reformasi bergulir.
Buku tersebut saya dapatkan di perpustakaan sekolah. Jika sobat menghendaki buku tersebut silakan bisa berkunjung ke perpustakaan kami atau perpustakaan terdekat Anda. Jika berkenan untuk membelinya di toko buku, berikut data kedua buku tersebut:
Data Buku
- Judul : Sukarno, Tentara, PKI - Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik 1961 - 1965
- Penulis : H Rosihan Anwar
- Penerbit : Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
- Tahun : 2007
- Tebal halaman : 396 halaman
- Judul : Kudeta 1 Oktober 1965 - Sebuah Studi Tentang Konspirasi
- Penulis : Victor M Fic
- Penerbit : Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
- Tahun : 2007
- Tebal halaman : 448 halaman
Sebagai bahan perimbangan, silakan bisa membaca juga buku berjudul
Dalih Pembunuhan Masal-Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto. Buku tersebubisa diunduh dalam bentuk ebook
di sini
ANDA PUNYA BUKU UNTUK DIRESENSI? SMS 087731449424